Senin pagi, 14 maret 2016.
Hari senin, kembali ke rutinitas. Begitulah, sebagian orang menganggapnya. Setelah 2 hari berleha-leha, untuk berlibur atau bahkan hanya untuk bermalas-malasan dengan mengambil keputusan tidur seharian. Mengapa hanya sebagian? Bukankah semua orang juga merasakan hal tersebut? Tidak.
Coba kita renungkan, seorang petani misalnya. Apakah mereka libur juga di hari sabtu dan minggu? Sepengamatan saya tidak. Jadi, mungkin mereka akan mempunyai semangat yang bisa jadi lebih stabil dibandingkan profesi lain. Namun, kembalinya kita (kecuali yang sabtu - minggu tidak libur) ke rutinitas, harusnya kembali mempunyai semangat yang bergelora, bukan malah sebaliknya karena masih terbawa hawa liburan kemarin.
Pagi ini, saya begitu lapar. Maklumlah, hari minggu kemarin saya hanya makan sekali dan itupun siang hari. Tak perlu khawatir dengan lapar, setelah ini saya ganjal dengan sebungkus nasi uduk - urusan lapar kelar. Laparnya perut, semoga tak lantas mempengaruhi laparnya otak dan fikiran. Laparnya otak, semoga tak sama dengan laparnya perut. Urusan lapar otak semoga tak semudah mengurusi laparnya perut, yang ketika diberi asupan, otak kita langsung kenyang. Otak yang tak sepantasnya mudah kenyang, otak yang seharusnya selalu merasa lapar, sehingga siap menerima ilmu-ilmu baru.
Berbicara tentang ilmu, sudah seberapa banyak ilmu yang kita punya? Yakin banget ilmunya sudah cukup untuk bekal kita meraih dunia dan akhirat?
Semoga kita semua, masih merasa tak punya bekal apa-apa, sehingga kita senantiasa tetap mencari.
Semoga kita semua, masih merasa tak punya bekal apa-apa, sehingga kita senantiasa tetap mencari.
Sebagai seorang pelajar (dulu ataupun sekarang), kita pernah mempelajari berbagai macam pelajaran. Fisika, Kimia, Biologi, Matematika atau segudang mata pelajaran lain. Untuk yang kesekian kalinya, saya harus bilang - saya suka dengan Matematika. Matematika selalu punya cara untuk membuat saya jatuh cinta, dimulai dengan gombalan logika matematika, pujian trigonometeri, perhatian aritmatika dan geometeri, kasih sayang integral dan cinta limit yang begitu besar. (begitulah jomblo, ga bisa ada yang perhatian sedikit aja *ehh)
Matematika. ada yang sama seperti saya? mempunyai kesukaan terhadap satu mata pelajaran ini. atau justru sebaliknya? melihat dan mendengar kata-kata (matematika) ini saja, otak dan mata teman-teman langsung berunjuk rasa untuk menghindar. Termasuk golongan yang mana teman-teman itu tergantung dari mana kita menilai matematika ini.
Matematika, satu kata yang entah kenapa selalu saya kaitkan dengan kehidupan. Hidup itu tak semudah matematika, hidup itu tak seenteng memecahkan soal luas lingkaran (versi orang-orang yang tidak suka matematika), tapi hidup ini segampang menuntaskan soal limit, integral, trigonometri dan lain-lain (versi orang-orang yang suka dengan matematika). Namun, dalam hidup ini tak selalu berfungsi hukum-hukum matematika. Saya menyebutnya matematika kehidupan!
Apa itu matematika kehidupan? Saya menganggapnya, hidup ini kadang tak sama dengan pelajaran matematika yang selama ini kita dapatkan, atau kadang hidup ini juga harus mengadopsi pelajaran tersebut. Ini terlepas dari aplikasi-aplikasi pelajaran matematika dalam kehidupan sehari-hari, sistem persamaan linear misalnya. Simpelnya, dengan ilmu SPL ini ketika (misal) kita membeli telur 2 dan semangka 1 harganya sepuluh ribu, kemudian membeli telur 3 semangka 2 harganya lima belas ribu, berapa harga 1 telur dan 1 semangka? Da itu ma, semua juga bisa kan ya?
Dalam matematika, pernah mendengar bilangan positif dan negatif? Pasti tau lah ya, kalau bilangan negatif biasanya diawali tanda minus (-), yang dalam pelajaran vektor menunjukkan juga arah vektor kearah bawah atau ke kiri. Sedang bilangan positif, bisa diawali tanda plus (+) atau memang sengaja tidak ditambahkan, karena semua orang sudah tau, jika tidak ada tanda negatif artinya bilangan itu positif. Menarik bagi saya, coba bayangkan dalam soal matematika, kalau bilangan itu tidak positif - maka akan negatif, bukan? Begitupula dengan kehidupan, ibaratnya soal matematika tadi adalah kehidupan. Berarti, dalam kehidupan ini pun akan ada dua sisi, positif dan negatif. Yakinlah, ketika hal positif yang sedang kita lakukan, maka kita tidak akan memberi kesempatan untuk hal negatif. Namun, seketika kita lengah melakukan hal positif, yasudahlah hal negatif dengan kecepatannya langsung akan menggantikan posisinya. Jadi? Ya, aktivitas kita akan diisi dengan hal negatif tersebut.
Maka, sepatutnya kita mengisi aktivitas kita dengan hal yang positif, dan jangan pernah beri kesempatan hal negatif untuk merebutnya. Pacar direbut saja tidak enak kan? apalagi ini *eh..
Banyak hal positif yang bisa kita lakukan untuk meng-upgrade kualitas diri kita. Apa contohnya? Nah, ini ni kebiasaan sebagian orang untuk diberi contoh, begitupun ketika ujian. Haha, peace! It's just kidding bro-sist ^^
Iya, jadi contoh yang bisa kita ambil ada banyak, menulis, membaca, senyum, ibadah, diskusi, atau apapun itu. Namun, kita tak boleh melahap mentah contoh aktivitas itu, nanti jatuhnya tidak akan sesuai. Oh yasudah, menulis ada dibagian yang bisa kita aplikasikan, tiba-tiba menulis sesuatu yang tak sepantasnya kita tulis. Kita juga harus melihat, kearah mana aktivitas itu dilakukan, luruskan niat dan lakukan lah.
Mungkin, salah satu diantara teman-teman ada yang berkomentar. Lah, kan kalau di matematika ada hukum, ketika negatif bertemu dengan negatif akan menjadi positif? Nah, inilah contoh orang-orang yang (mungkin) paham dengan matematika. Jadi, begini bro atau sist. Secara konspem matematika, saya sangat spakat dengan pernyataan itu. Namun, sudah saya sampaikan diatas ya - untuk kasus matematika kehidupan ini tak semua sama dengan pelajaran matematika. Inilah yang menjadi salah satu pembedanya, hal tersebut tidak akan pernah bisa sama. Ketika kita melakukan hal negatif, kemudian sebagai pembelaan ketika hendak melakukan hal negatif lagi 'matematika saja, negatif dengan negatif akan menjadi positif'. Woy, bangun sob. Hal negatif tak seindah mimpi, yang bisa dikenang dan dicerita-ceritakan. Tidak hendak saya menyalahkan, tapi apa yang kita lihat dilingkungan kita setidaknya menunjukkan bahwa hal negatif lebih mendominasi kehidupan. Ngemall, ngehedon, begadang, main-main, nonton, hura-hura. Itulah beberapa contoh yang terjadi di sekitar kita sekarang ya. Sekali lagi, jangan disantap mentah contoh-contoh tersebut. Disaat kebanyakan oranh melakukan hal yang sama, macam diatas. Ayolah, kita lakukan sesuatu yang berbeda. Berbeda itu Aset!!
Itulah, matematika kehidupan versi anak bau kencur, yang baru lahir kemarin (kemarin pas 10 Oktober 1994). Terlepas dari siapa yang nulis, mari kita belajar bersama-sama.
Lah, saya menulis seperti ini apakah sudah merasa paling sempurna? Yasudah pasti lah, pasti tidak (atau belum) sempurna. Maka dari itu, dengan adanya tulisan ini semoga bisa mengingatkan, kepada saya khususnya.
Lah, saya menulis seperti ini apakah sudah merasa paling sempurna? Yasudah pasti lah, pasti tidak (atau belum) sempurna. Maka dari itu, dengan adanya tulisan ini semoga bisa mengingatkan, kepada saya khususnya.
Ditengah jaman yang secanggih ini, mari kita coba melakukan hal-hal yang tidak dilakukan oleh kebanyakan orang. Coba melakulan hal yang bebeda, yang bisa jadi kita akan di tertawakan. Tapi tenanglah! Menurut Kimmy Jayanti 'mereka menertawakan saya karena saya berbeda, tapi saya menertawakan mereka karena mereka sama'. Jadilah seseorang yang berbeda, karena berbeda itu aset!
Sekianlah, tulisan dari saya. Semoga bermanfaat, dan ingatlah ketika kita melakukan hal positif, maka artinya kita tidak memberi kesempatan hal negatif untuk datang, namun ketila kita lengah maka dengan sigap hal negatif akan mengambil alih posisinya.
Terimakasih sudah mau membaca, dan tetap melakukan hal positif ya!
Mustofa - Bekasi 16032015 (sedang di mobil AJK, selepas kerja)
Komentar
Posting Komentar