Langsung ke konten utama

Filosofi Jasad Renik

Senin pagi, 18 April 2016.

Sedikit berkas cahaya matahari perlahan menghapus gelap. Gelap malam kini tergantikan, tak nampak satelit bumi menghiasi langit kota ini.
Lukisan awan di langit nampak sempurna dengan perpaduan tanpa cacat pada keduanya.

Sebulan ini, saya memang tidak menulis di blog ini. bukan bermaksud meninggalkan, atau bukan pula tidak mem-prioritaskan. Lebih, dari itu saya tak ingin ini hanya sebagai penuntas tugas - nyatanya saya masih menulis dengan output yang berbeda, cerita pendek. Menulis bukan sekadar virus yang menempel pada diri ini, yang ketika virusnya hilang - hilang pula keinginan menulis.

Kemarin ini, saya baru saja mengunjungi kota Bandung (lagi), kalau tak salah semalam pukul 20.30 saya baru sampai di kost, sisa-sisa keresahan sedikit menyelimuti jiwa dan raga ini. Iya seperti itu, perpisahan yang memilukan selalu datang sebagai pembalasan dari suatu pertemuan. Pertemuan dengan kota Bandung, beserta penghuni kota indah tersebut.

Sisa keresahan perlahan memudar, otak ini kembali bersahabat. Seakan meminta damai atas logika dan kata. Otak seakan terpacu menyalakan mesinnya, untuk kembali merangkai kata. Iya, entah kenapa jari ini bak seorang pemain sirkus yang dengan lincah menunjukkan aksinya. Tapi, satu yang pasti Bandung menjadi katalis saya menulis.

Tentang kota bandung dan jasad renik. Sebagian dari teman-teman mungkin ada yang tahu, kalau saya suka dengan sesuatu yang berkaitan dengan mikroorganisme (jasad renik), hingga saya mendapat topi (dari teman di bandung) dengan tulisan mikroorganisme menempel di bagian depan, meski itu juga saya yang mendesign. Oleh karena itu, saya terpacu untuk menulis tentang makhluk ciptaan Allah satu itu, iya tentang Filosofi Jasad Renik - versi saya.

Kita, bak mikroorganisme. berkumpul mencari teman, menjadi suatu koloni yang siap membangun peradaban dengan berbagai kemampuan. Begitulah saya menganggapnya. Namun, pernahkah teman-teman merasa berkumpul pada koloni yang salah? atau bahkan lingkungan yang salah? Saya pernah. Berbagai jurus saya tunjukkan, untuk mampu bertahan pada koloni tersebut. Memakai topeng yang menyerupai sekumpulan koloni tersebut, hingga memaksa memasang benang pada ujung bibir kemudian pasang tarikan, tarikan lima cm kearah telinga kanan dan lima cm kearah telinga kiri. Bahkan, parahnya kita bisa mati pada lingkungan tersebut kalau kita tak mampu bertahan. Sejalan dengan mikrooganisme, mereka akan tumbuh serta berkembang secara cepat manakala ditempatkan pada media dan lingkungan yang tepat. Namun sebaliknya, ketika mikroorganisme berada pada media yang bukan tempat bertumbuhnya, apa yang terjadi? mereka akan berusaha bertahan hidup sekuat mereka mampu, tapi kehidupannya terancam - sangat mungkin mereka akan mati.

Lantas sebagai seorang manusia apa yang seharusnya kita lakukan? Kita tahu, sebagai sorang manusia sudah sewajarnya kita memberikan manfaat bagi orang lain, nah untuk mampu memberikan manfaat bagi orang lain ini menurut saya kita perlu berada pada lingkungan yang tepat, karena ketika kita berada pada lingkungan yang tepat ya sudah pasti kita akan mampu berkembang, seperti halnya Rhyzopus oryzae yang mampu menghasilkan tempe yang kaya akan protein ketika dia pada media (kedelai yang tepat) atau Saccharomyces cereviceae yang dapat menghasilkan tape yang sangat manis manakala media-nya juga tepat. Seperti itulah kita, cobalah mencari media yang tepat untuk berkembang, bukan malah mencari media yang salah dan seakan kita memaksa mengenakan topeng untuk menyerupai lingkungan tersebut.
Disamping itu, ada juga mikroorganisme yang ketika dia berada dalam media yang tepat dia akan berkembang dengan cepat, tapi sayangnya mikroorganisme ini adalah mikroorganisme jahat (pathogen misalnya). Bak Salmonella pada tubuh yang dapat mengakibatkan penyakit typus.

Mari kita renungkan bersama, hendak memilih hidup layaknya mikroorganisme yang mana? golongan mikroorganisme pemberi manfaat, atau justru mikroorganisme pencetus kerugian. Sepatutnya kita memilih hidup bagai mikroorganisme pemberi manfaat, kan. Seperti itu pulalah kita. Selayaknya Allah menciptakan hal-hal didunia itu secara berpasang-pasangan, ada gelap ada terang, ada tampan ada cantik, pun dengan ini ada baik dan ada buruk.

Filosofi Jasad Renik. Iya seperti itulah versi saya, yang bisa jadi akan berbeda dengan versi teman-teman. Masih banyak yang bisa kita pelajari dari mikroorganisme ini, itulah kenapa saya teramat suka dengan makhluk mungil menggemaskan ini - meski tak bisa saya lihat, tapi saya yakin disetiap saat mereka selalu menemani langkah saya.

Hembusan angin dingin yang keluar dari celah-celah kotak kecil dibagian depan mobil, seakan memberikan kesejukan bagi saya untuk menyelesaikan tulisan ini. Tulisan yang saya tulis karena adanya mikroorganisme, kata-kata yang saya rangkai sebagai hasil reaksi antara otak-tangan serta kota Bandung sebagai katalis.
Tak ingin tulisan ini hanya sebagai hiasan blog ini, lebih dari itu saya berharap tulisan ini mampu memberikan manfaat yang luar biasa.

Terimakasih bagi siapa saja yang berkenan membaca,  dan jangan lupa untuk mencari media serta lingkungan yang tepat agar kita mampu menduplikat sifat mikroorganisme pemberi manfaat.

Mustofa - Bekasi 20042016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SMK Energy!

minggu malam, 29 mei 2016. malam ini, terlalu sempurna untuk ditinggalkan begitu saja. saya ingin, ada makna dalam setiap jam yang dilalui, sama halnya dengan malam ini, saya tak mau malam ini hanyalah gelap pengusir siang, yang juga siap dihempas oleh matahari untuk kembali memunculkan siang. sekarang saya yakin, dan semakin percaya. bahwa kota indah macam Temanggung dan Bandung adalah katalis luar biasa, untuk mendorong jari saya bereaksi dengan huruf-huruf kecil di layar handphone untuk menghasilkan kata-kata. Temanggung? Iya, saya sedang pulang kampung, ada keperluan yang harus saya tuntaskan. Entah kenapa, selalu muncul energi positif ketika berada di ruangan kecil ini. malam ini, otak memerintahkan tangan untuk mengetuk keyboard di layar hp. ditemani buku tebal 737 halaman, dan selimut biru yang sangat hangat, tangan ini tak mampu menolak keinginan si otak. Ketika berada di kamar ini, entah kenapa saya seakan terbawa rutinitas masa sekolah, iya masa itu. masa ke...

tentang pengorbanan dan hasil!

Sabtu pagi, 12 Maret 2016 Bagi kebanyakan orang, sabtu merupakan salah satu hari penting. Penting, untuk sejenak mengistirahatkan badan dari rutinitas weekdays , untuk sejenak me- refresh otak yang dipenuhi dengan banyak pemikiran, dan penting bagi sebagian kaula muda yang sudah menanti datangnya malam minggu. Namun, di hari sabtu ini, jangan sampai kita lalai, dengan hanya tidur-tiduran, malas-malasan, dan berbagai kegiatan yang kurang produktif lainnya.. Pagi ini, Matahari belum menampakkan senyumannya. Gelap! Gelapnya pagi ini, semoga tak lantas membutakan mata kita, mata yang tak seharusnya terbutakan, mata yang seharusnya terbuka untuk menerima dan melihat kebesaran-kebesaran Allah. Gelapnya pagi ini, semoga tak lantas menggelapkan hati kita, hati yang tak seharunya menghitam,  hati yang seharusnya terang untuk menuntun jiwa dan raga kita menuju jalan yang benar. Gelapnya pagi ini, semoga tak lantas mengeruhkan otak kita, otak yang tak sewajarnya menjadi kelam, o...

matematika kehidupan!

Senin pagi, 14 maret 2016. Hari senin, kembali ke rutinitas. Begitulah, sebagian orang menganggapnya. Setelah 2 hari berleha-leha, untuk berlibur atau bahkan hanya untuk bermalas-malasan dengan mengambil keputusan tidur seharian. Mengapa hanya sebagian? Bukankah semua orang juga merasakan hal tersebut? Tidak. Coba kita renungkan, seorang petani misalnya. Apakah mereka libur juga di hari sabtu dan minggu? Sepengamatan saya tidak. Jadi, mungkin mereka akan mempunyai semangat yang bisa jadi lebih stabil dibandingkan profesi lain. Namun, kembalinya kita (kecuali yang sabtu - minggu tidak libur) ke rutinitas, harusnya kembali mempunyai semangat yang bergelora, bukan malah sebaliknya karena masih terbawa hawa liburan kemarin. Pagi ini, saya begitu lapar. Maklumlah, hari minggu kemarin saya hanya makan sekali dan itupun siang hari. Tak perlu khawatir dengan lapar, setelah ini saya ganjal dengan sebungkus nasi uduk - urusan lapar kelar. Laparnya perut, semoga tak lantas mempeng...