Langsung ke konten utama

ambisius yang mana?

Bekasi, 10 Maret 2016.

Mobilitas tinggi, begitulah saya menyebutnya. Bagaimana tidak, di hari yang sama, saya sudah berada di dua kota berbeda hanya selang beberapa jam saja, dan ini baru jam 5 pagi. Bandung - Bekasi.
Bak seorang manager di suatu perusahaan yang punya segudang aktivitas yang bisa jadi akan keluar kota pula. Nah, kalau yang ini sudah wajar dikatakan mobilitas tinggi..

Dini hari tadi pukul 01.00, dengan perasaan yang cukup berat saya harus meninggalkan bandung melalui stasiun kiaracondong, dan tiba di stasiun bekasi pukul 04.14, sebelum berangkat kerja saya sempatkan untuk menulis terlebih dahulu. Produktif selama di Bandung, semoga tidak lenyap bersama segala aktivitas di Bekasi yang demo seolah membuat otak stress! Aish, tapi tenang saya tidak akan stress...

Beberapa hari di Bandung, sedikit banyak akan meberikan kesan yang berbeda, dan mau tidak mau saya akan sedikit membandigkan kota Bandung dengan kota tempat tinggal saya sekarang, Bekasi. Yap! Perbandingan yang begitu jelas saya rasakan sebenarnya cukup banyak, tapi salah satunya yaitu Bekasi mempunyai suhu yang lebih panas. Panasnya Bekasi, semoga tidak memanaskan hati, yang memicu timbulnya rasa dengki, iri, sombong dan sifat jelek lainnya. Panasnya Bekasi, semoga tidak mendidihkan otak, sehingga otak kita kosong, semua pemikiran menguap bersama panasnya suhu ini.

Berbicara mengenai panas, saya merasa (ada juga teman saya yang merasa) saya mempunyai sifat panas, apa itu? Ambisius! Setidaknya itulah komen yang saya dapat selepas teman saya membaca tulisan saya sebelum ini (judul : pasang target - kejar!!).

Dari tulisan itu, memang saya terlihat ambisius. Betapa getolnya saya mengejar apa-apa saja target yang pernah saya gantung rapi, dan seolah meminta untuk diraih. Ketika tidak tercapai, apa perasaannya? Kecewa? Hmm, bisa jadi. Tapi, selama saya tidak menggantungkan taget-target itu kepada seseorang, InsyaAllah saya tidak akan menjadi seseorang yang hanya meratapi kegagalan itu..
Dan terbukti, ketika saya tidak mendapatkan angka 10 di Ujian Nasional MTs, mungkin pada saat itu kecewa, tapi ya karena ini sesuatu yang hanya bisa diupayakan oleh saya sendiri, tak perlu lah saya kecewa terlalu lama. Tinggal, bagaimana kita mau meng-improve kegagalan tersebut, pun dengan jaman SMK ketika saya hanya puas mendapat gelar juara 2, ya itu lah yang memang baru bisa saya upayakan. Sekali lagi, saya tidak akan terlalu kecewa dengan hasil itu.

Sudut pandang! Setidaknya itulah yang biasanya membedakan antara penilaian orang, tapi saya tidak bilang saya tidak setuju dibilang ambisius, karena sejatinya saya memang seperti itu. Namun, saya mencoba melihat sisi ambisius saya dari sudut pandang yang bisa dibilang berbeda. Ketika ada beberapa orang tidak menyukai kata ambisius, tapi tidak bagi saya. Saya melihat, dari ambisius itu kita akan selalu mengupayakan untuk mendapatkan apa target kita, terlepas apakah target itu sebenarnya baik atau tidak. Naaah, ini yang jadi pola pemikiran saya. Ambisius di beberapa kesempatan pasti akan menyebabkan ketidakbaikan, dan saya sependapat dengan hal tersebut. Coba kita kupas lebih dalam lagi, mungkin ini untuk semua orang juga sudah faham betul mengenai konsep ini. Teman-teman punya target? sudah mengupayakan untuk mencapai target itu? Apapun jawabannya, teman-teman bisa simpan dalam hati masing-masing ya.

Seperti yang pernah saya sampaikan ditulisan sebelumnya, sebagai seseorang yang diberi berbagai kesempatan, sudah sepatutnya memang kita mempunyai mimpi dan target selangit. Namun, perlu dilihat lagi keadaan si target ini ada dimana? apakah di sisi yang baik, atau malah justru sebaliknya? Itulah yang menjadi PR, sebab ketika kita menargetkan sesuatu di sisi yang positif, ya sudah sewajarnya kita mengupayakan dan memperjuangkannya bukan? Namun, ini tidak berlaku untuk taget yang berada di sisi keburukan, sudah barang tentu kalau misal ini kita perjuangkan pasti akan menghasilkan banyak kerugian, yang bisa jadi kerugian ini juga menimpa pada orang lain. Miris!

Dengan analogi seperti itu, nampaknya teman-teman sudah paham dengan pemikiran saya. Yes! Ambisius seperti itu lah, yang tidak perlu. Namun, apakah sifat panas satu ini bisa membedakan dengan mudah kapan dia harus berfungsi, dan kapan dia harus pasif tanpa reaksi? Semua itu, kembali lagi ke kita-nya. Coba perhatikan dulu, ada dimana sebenarnya target kita, kalau masih ada di jalan yang salah, coba perbaiki dulu dan luruskan. Kalau sudah berada di koridor yang tepat, ya itulah kelebihannya, kita tinggal melanjutkan untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Eh iya, jangan lupa juga dengan target akhiratnya teman-teman, jangan sampai kita sibuk dengan dunia hingga akhiratnya terbengkalai.

Sebenarnya, tulisan ini bukan merupakan pembelaan dari saya yang mempunyai sifat ambisius itu. Karena, sayapun menyadari betul komponen itu melekat kuat dalam jiwa saya. Namun, seperti diatas saya sampaikan, saya hendak melihat sifat ambisius saya ini dari sudut pandang yang berbeda. Yang pasti akan berbeda dengan pandangan setiap orang. Satu yang juga pasti, ambisius itu tidak boleh hilang dalam diri kita, tapi bijaklah memilih target dan menggunakan sifat ambisius ini.

Itulah, sedikit pembahasan saya mengenai sifat ambisius yang saya punya. Semoga dengan tulisan ini, tak lantas membuat teman-teman merasa bosan dengan apa-apa yang saya tulis.
Selama ini, mungkin kita tidak sadar dengan berbagai macam pembelajaran yang terjadi di lingkungan kita. Percayalah, pembelajaran akan datang dari berbagai macam sisi, tergantung dengan sudut pandang mana kita melihatnya..

Udara (agak) segar Bekasi pagi ini, seolah memberikan penghormatan kepada saya. Dan pagi ini pula, saya menyudahi tulisan ini dengan penuh rasa bangga dan rasa semangat untuk menuliskan sesuatu yang semoga jauh memberikan manfaat.

Terimakasih banyak sudah membaca, jangan lupa luruskan target dan kejar dengan gaya ambisius yang teman-teman punya!!

Mustofa - Bekasi 11032016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SMK Energy!

minggu malam, 29 mei 2016. malam ini, terlalu sempurna untuk ditinggalkan begitu saja. saya ingin, ada makna dalam setiap jam yang dilalui, sama halnya dengan malam ini, saya tak mau malam ini hanyalah gelap pengusir siang, yang juga siap dihempas oleh matahari untuk kembali memunculkan siang. sekarang saya yakin, dan semakin percaya. bahwa kota indah macam Temanggung dan Bandung adalah katalis luar biasa, untuk mendorong jari saya bereaksi dengan huruf-huruf kecil di layar handphone untuk menghasilkan kata-kata. Temanggung? Iya, saya sedang pulang kampung, ada keperluan yang harus saya tuntaskan. Entah kenapa, selalu muncul energi positif ketika berada di ruangan kecil ini. malam ini, otak memerintahkan tangan untuk mengetuk keyboard di layar hp. ditemani buku tebal 737 halaman, dan selimut biru yang sangat hangat, tangan ini tak mampu menolak keinginan si otak. Ketika berada di kamar ini, entah kenapa saya seakan terbawa rutinitas masa sekolah, iya masa itu. masa ke...

tentang pengorbanan dan hasil!

Sabtu pagi, 12 Maret 2016 Bagi kebanyakan orang, sabtu merupakan salah satu hari penting. Penting, untuk sejenak mengistirahatkan badan dari rutinitas weekdays , untuk sejenak me- refresh otak yang dipenuhi dengan banyak pemikiran, dan penting bagi sebagian kaula muda yang sudah menanti datangnya malam minggu. Namun, di hari sabtu ini, jangan sampai kita lalai, dengan hanya tidur-tiduran, malas-malasan, dan berbagai kegiatan yang kurang produktif lainnya.. Pagi ini, Matahari belum menampakkan senyumannya. Gelap! Gelapnya pagi ini, semoga tak lantas membutakan mata kita, mata yang tak seharusnya terbutakan, mata yang seharusnya terbuka untuk menerima dan melihat kebesaran-kebesaran Allah. Gelapnya pagi ini, semoga tak lantas menggelapkan hati kita, hati yang tak seharunya menghitam,  hati yang seharusnya terang untuk menuntun jiwa dan raga kita menuju jalan yang benar. Gelapnya pagi ini, semoga tak lantas mengeruhkan otak kita, otak yang tak sewajarnya menjadi kelam, o...

matematika kehidupan!

Senin pagi, 14 maret 2016. Hari senin, kembali ke rutinitas. Begitulah, sebagian orang menganggapnya. Setelah 2 hari berleha-leha, untuk berlibur atau bahkan hanya untuk bermalas-malasan dengan mengambil keputusan tidur seharian. Mengapa hanya sebagian? Bukankah semua orang juga merasakan hal tersebut? Tidak. Coba kita renungkan, seorang petani misalnya. Apakah mereka libur juga di hari sabtu dan minggu? Sepengamatan saya tidak. Jadi, mungkin mereka akan mempunyai semangat yang bisa jadi lebih stabil dibandingkan profesi lain. Namun, kembalinya kita (kecuali yang sabtu - minggu tidak libur) ke rutinitas, harusnya kembali mempunyai semangat yang bergelora, bukan malah sebaliknya karena masih terbawa hawa liburan kemarin. Pagi ini, saya begitu lapar. Maklumlah, hari minggu kemarin saya hanya makan sekali dan itupun siang hari. Tak perlu khawatir dengan lapar, setelah ini saya ganjal dengan sebungkus nasi uduk - urusan lapar kelar. Laparnya perut, semoga tak lantas mempeng...